Hendratmoko: Peluang dan Tantangan untuk Freight Forwarder Indonesia Pasca Bergabungnya Indonesia ke BRICS dan Tarif Baru AS
- Akbar Creation
- Jul 9
- 2 min read

Jakarta, Juli 2025 – Bergabungnya Indonesia ke dalam aliansi ekonomi BRICS memicu berbagai respons dari pelaku industri, salah satunya dari Hendratmoko, Business Advisor PT. FPS Indonesia. Dalam wawancara terbaru, ia memberikan pandangannya mengenai peluang besar dan tantangan nyata yang dihadapi sektor freight forwarder Indonesia, terutama di tengah perubahan lanskap perdagangan global akibat kebijakan tarif baru dari Amerika Serikat.
Peluang Strategis dari Keanggotaan Indonesia di BRICS
Menurut Hendratmoko, kehadiran Indonesia dalam BRICS — aliansi ekonomi yang kini mencakup Brasil, Rusia, India, Tiongkok, Afrika Selatan, dan beberapa negara berkembang lainnya — menjadi pintu masuk bagi penguatan peran Indonesia dalam rantai pasok global.
“Sebagai business advisor, saya melihat kehadiran Indonesia dalam BRICS adalah kesempatan emas untuk memperluas jaringan dan mengurangi ketergantungan pada pasar tradisional seperti Eropa dan Amerika,” ungkap Hendratmoko. “Ini saat yang tepat untuk memperluas operasional dan kolaborasi dalam freight forwarding, terutama dengan negara-negara BRICS yang memiliki kebutuhan logistik tinggi.”
Dengan populasi dan pertumbuhan ekonomi yang besar di kawasan BRICS, pelaku freight forwarding di Indonesia bisa membuka akses pasar baru, menjajaki kerja sama lintas negara, dan mengembangkan sistem logistik yang lebih terintegrasi di luar poros Barat.
Tantangan Nyata: Tarif Baru dari Amerika Serikat
Namun di sisi lain, potensi tarif tambahan dari Amerika Serikat terhadap negara-negara BRICS, termasuk Indonesia, menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Hendratmoko menyoroti bahwa kebijakan ini bisa berdampak langsung terhadap arus pengiriman barang dari dan ke AS, yang masih menjadi pasar ekspor penting bagi banyak klien PT. FPS Indonesia.
“Tarif baru akan menambah beban biaya, memperpanjang proses logistik, dan meningkatkan kompleksitas regulasi ekspor-impor. Bagi freight forwarder, ini bukan sekadar soal ongkos, tapi juga soal efisiensi dan daya saing,” tegasnya.
Kebijakan proteksionis dari AS menjadi salah satu faktor ketidakpastian yang perlu diantisipasi secara strategis. Perusahaan freight forwarder dituntut untuk tidak hanya bereaksi cepat, tetapi juga proaktif dalam mencari alternatif rute dan mitra dagang yang lebih stabil.
Strategi Internal dan Adaptasi Perusahaan
Dalam menghadapi dua arus besar ini — peluang dari BRICS dan tantangan tarif AS — PT. FPS Indonesia telah mulai merumuskan strategi internal yang fokus pada diversifikasi pasar dan digitalisasi proses logistik. Menurut Hendratmoko, kecepatan adaptasi dan kesiapan teknologi akan menjadi kunci dalam menghadapi perubahan global.
“Kami berkomitmen untuk terus memperkuat efisiensi, memperluas jaringan di Asia dan Afrika, serta memastikan layanan kami tetap kompetitif meskipun ada tekanan tarif dari negara besar seperti Amerika,” jelasnya.
Selain itu, kolaborasi dengan pelaku industri dari negara BRICS, baik dalam bentuk joint venture, sistem tracking terpadu, hingga integrasi warehouse lintas negara, mulai dijajaki sebagai bagian dari roadmap jangka menengah perusahaan.
Kesimpulan: BRICS sebagai Babak Baru, Bukan Akhir Permainan
Bagi industri freight forwarding Indonesia, bergabungnya Indonesia dalam BRICS bisa menjadi momentum pembaruan arah bisnis. Namun, seperti yang ditegaskan oleh Hendratmoko, peluang besar selalu datang dengan risiko yang harus dikelola secara cermat.
Freight forwarder tidak bisa hanya mengandalkan keanggotaan BRICS sebagai jaminan ekspansi, tetapi harus menyiapkan strategi internal yang fleksibel dan berorientasi jangka panjang. Dengan sinergi antarnegara BRICS dan kesiapan menghadapi tekanan eksternal seperti tarif dari Amerika, perusahaan Indonesia seperti PT. FPS Indonesia tetap bisa tumbuh sebagai pemain logistik global yang tangguh.
Comments